Ancaman Kekeringan Bakal Melanda Jabar, Bagaimana Penanganannya ?

Oleh: Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka dan Member Writing Class With Has)

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Dani Ramdan mengatakan pihaknya mewaspadai bencana kekeringan terkait sebagian wilayah telah memasuki musim kemarau dan diperkirakan terus meluas. “Kondisi itu bisa memicu bencana kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan,” kata Dani, di Bandung, Kamis (10/6/2021).

Dani menjelaskan, dari 36 zona musim di Jabar, tujuh di antaranya sudah memasuki musim kemarau sejak Mei 2021 dan tujuh zona musim tersebut berada di sebagian wilayah Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, dan Karawang.

Penelitian terkini para ahli iklim dan lingkungan, menunjukan laju deforestasi yang sangat cepat adalah yang paling bertanggungjawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih, di samping iklim ekstrem dan pemanasan global. Laju deforestasi yakni alih fungsi hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade terakhir sebetulnya bukan karena tekanan populasi manusia sebagaimana yang banyak disangkakan.

Akan tetapi lebih karena tekanan politik globalisasi dengan sejumlah agenda neoliberal yang hegemoni. Berupa liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan. Kondisi ini, diperparah dengan eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan, pencemaran sungai dan liberalisasi air bersih perpipaan.

Semuanya, yakni deforestasi, eksploitasi mata air, pencemaran sungai dan liberalisasi air bersih perpipaan memiliki ruang yang subur dan luas dalam sistem kehidupan sekuler. Hasilnya, puluhan juta jiwa tidak ada akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. Kian parah serta makin meluas tiap kali musim kemarau datang. Bahkan, ratusan ribu warga terdampak kekeringan, harus berjalan berkilo meter untuk mendapatkan se-ember dua ember air, gagal panen hingga minum air kubangan.

Tidak saja mengancam kesehatan jutaan jiwa, namun juga kelestarian kehidupan di bumi. Bukan saja menimpa Jawa Barat, akan tetapi seluruh dunia. Fakta yang berulang ini memperlihatkan bahwa di tangan sistem demokrasi-kapitalis bumi mengalami kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Pengusaha kapitalis didukung kebijakan penguasa terus mengeruk sumber daya alam, tanpa lagi melihat kepentingan rakyat. Inilah realitas kegagalan peradaban barat dengan sistem kehidupan sekulernya.

Sesungguhnya AIlah SWT telah menciptakan sumber daya air yang berlimpah. Berikut mekanis daur air agar air lestari bagi kehidupan. Tidak hanya itu Allah SWT juga menciptakan keseimbangan pada segala aspek yang dibutuhkan bagi keberlangsungan daur air. Mulai dari hamparan hutan, iklim, sinar matahari, hingga sungai danau dan laut.

Fakta sejarah peradaban Islam yang agung, sejarah merekam dan menunjukan kota-kota Islam abad pertengahan sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan. Seluruh dunia Muslim, ditandai dengan air yang mengalir di sungai, kanal, atau qanat (saluran bawah tanah) ke kota.

Saat itu air disimpan dalam tangki, untuk disalurkan melalui pipa-pipa di bawah tanah ke berbagai tempat. Seperti, tempat tinggal, bangunan umum dan kebun. Air yang berlebih mengalir keluar dari kota ke sistem irigasi.

Di Spanyol, pemandian umum dapat ditemukan bahkan di desa terkecil. Kaum Muslim memiliki kebiasaan mandi setiap hari, dan karenanya, pemandian umumnya disediakan untuk pria di pagi hari dan wanita di sore hari. Tidak hanya perkotaan, pemukiman penduduk dan pedesaan, lahan-lahan pertanian pun terairi dengan memadai.

Semua ini mengindikasikan bagaimana di bawah naungan peradaban Islam daur air dan segala aspek yang menjaga keberlangsungannya terjaga. Baik hutan, iklim, sungai, dan danau. Kian menguatlah kesadaran untuk mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam pangkuan sistem kehidupan dari Penciptanya, Allah SWT. Yakni, sistem kehidupan Islam.

Wallahu a’lam bishshawab.

Editor : Ika Candra Dewi