Belitung Timur | Detak Media.com
Berkembang polemik di masyarakat tentang pemberlakuan Sertifikat Halal terhadap semua jenis produk di negara kita. Rencana ini banyak dikritik oleh beberapa tokoh seperti Mahfud MD dan Emha Ainun Najib.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana pelaku usaha makanan non kemasan diproduksi oleh masyarakat langsung, apa iya harus bersertifikat halal juga.
Cak Nun malah berpendapat sebaiknya Indonesia itu yang diperlukan adalah Sertifikat Haram, bukan Sertifikat Halal. Hal ini menimbulkan kecurigaan dibalik dikeluarkannya Sertifikat Halal ini karena ada bisnis besar untuk pengurusannya.
Mari kita sejenak memandang ke belakang sebelum Era Reformasi, dimana saat itu diberlakukan Surat Berkelakuan Baik. Hal ini banyak dikritik oleh beberapa pakar hukum.
Seharusnya semua orang dianggap berkelakuan baik, kalau berkelakuan buruk harus ditindak oleh polisi. Demikian pendapat Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hukum dan Perundang-undangan kepada Kapolri saat itu Jendral Polisi Suroyo Bimantoro.
Kapolri bertindak cepat dengan mengubah nama surat tersebut menjadi SKCK, Surat Keterangan Catatan Kepolisian, yang berlaku hingga sekarang.
Melihat pada kejadian SKCK tersebut, ada baiknya jika Pemerintah atau Instansi yang berwenang mengubah nama atau meninjau aspek lain penerapan Sertifikat Halal ini, jangan-jangan Sertifikat Haram lebih diperlukan daripada Sertifikat Halal?
Atau mungkin kita bisa juga merujuk pada negara Iran yang memberlakukan aturan larangan berbisnis makanan secara meluas kepada pengusaha non muslim, tetapi mendukung mereka berbisnis di bidang lainnya. Bisnis makanan nom muslim terbatas pada komunitas di lingkungan nya saja. (Tomy)