Asahan | Detak Media.com
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Asahan menuntut seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia, berpangkat Aipda Pol Alfi Hariadi Siregar, dengan hukuman berat dalam kasus tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi, trenggiling.
Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Kisaran, JPU menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp.500.000.000 subsider 6 bulan kurungan.
Tuntutan ini disampaikan setelah JPU meyakini bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 40A ayat (1) Huruf f Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU memaparkan sejumlah hal yang memberatkan terdakwa.
Perbuatan Alfi Hariadi Siregar dinilai sangat merusak karena mengancam kelestarian satwa dan berpotensi merusak keseimbangan ekosistem. Tindakan tersebut juga melanggar prinsip dasar kesejahteraan hewan serta etika ekologis dan konservasi, baik di tingkat Nasional maupun Internasional.
Terdakwa melakukan kejahatan ini dengan niat dan kesadaran penuh, didorong oleh motivasi keuntungan dari pasar gelap, dan statusnya sebagai Anggota Kepolisian RI menjadi faktor pemberat.
Selain itu, perbuatannya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pelestarian sumber daya alam hayati.
Adapun hal yang meringankan tuntutan adalah fakta bahwa terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Terkait barang bukti, JPU menuntut agar mayoritasnya dirampas untuk dimusnahkan. Ini termasuk sembilan kotak kardus berisi trenggiling, tiga unit telepon seluler, serta 16 karung besar dan 5 karung kecil berisi sisik trenggiling dengan berat bruto mencapai 858,3 kg.
Sisik trenggiling ini merupakan barang bukti terkait perkara lain. Sementara itu, satu unit mobil Daihatsu Sigra dengan nomor polisi B 1179 COB dituntut untuk dirampas untuk Negara.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Asahan, Heriyanto Manurung, menegaskan komitmen Kejaksaan dalam memerangi kejahatan satwa liar.
“Tuntutan ini mencerminkan keseriusan kami dalam menindak tegas siapapun yang terlibat dalam kejahatan satwa liar, apalagi yang melibatkan aparat penegak hukum. Kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap upaya konservasi yang menjadi amanat undang-undang. Kerusakan ekosistem yang ditimbulkan oleh perdagangan satwa dilindungi tidak dapat ditoleransi,” ujar Heriyanto Manurung.
JPU juga menetapkan agar terdakwa diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp5.000, setelah pembacaan surat tuntutan pada Selasa, 25 November 2025, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mengajukan pledoi (pembelaan). (Agustua Panggabean)
![]()
