Jakarta, Detak Media.com
Sebanyak 272 kepala daerah akan mengalami pergantian pada tahun 2022 dan 2023, dengan rincian di tahun 2022 ada 101 kepala daerah yang diganti, sedangkan di tahun 2023 sebanyak 171 kepala daerah diganti. Untuk mengisi kekosongan, seluruh daerah itu akan diisi oleh penjabat (Pj) kepala daerah yang akan ditunjuk atau diangkat oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Kepala daerah yang akan diganti adalah Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, di Pulau Sumatera hingga Sulawesi Selatan, provinsi terbesar dengan jumlah penduduk terbanyak.
Terkait pergantian kepala daerah ini, Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bekerja sama dengan Institute For Politics, Peace and Security Studies menggelar Dialog Publik bertema: Pergantian Masa Jabatan Kepala Daerah 2022-2023 Menuju Pemilu 2024; Dinamika Politik, Keamanan dan Efektivitas Pemerintah Daerah, di Jakarta, Rabu (2/3/2022).
Dosen Magister Ilmu Politik FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof Sri Yunanto menilai, pergantian 272 kepala daerah (2022-2023) akan sarat dengan nuansa politik menyambut Pilpres 2024.
“Hal ini dikarenakan posisi 272 kepala daerah tersebut sangat strategis terutama posisi kepala daerah yang ada di Pulau Jawa,” kata Sri Yunanto, dalam keterangannya.
Menurut Sri akhir masa jabatan kepala daerah tersebut akan mempunyai beberapa implikasi baik itu di bidang politik, administratif, ekonomi dan bisnis serta kemanan. Kata dia, implikasi di bidang poltik akan memunculkan pertanyaan apakah pergantian 272 kepala daerah itu legitimate secara politik. Hal ini dikarenakan kepala daerah lama dipilih melalui proses pemilu, sedangkan kepala daerah yang baru hanya ditunjuk oleh Kemendagri.
Sedangkan implikasi di bidang administratif akan memunculkan pertanyaan apakah pergantian 272 kepala daerah ini akan menjamin roda pemerintahan berjalan secara effektif. “Selain itu kepala daerah yang baru belum tentu memiliki power yang sama dengan kepala daerah sebelumnya. Apakah kepala daerah yang baru akan bersikap netral,” ujarnya.
Implikasi di bidang ekonomi dan bisnis, menurut Sri Yunanto, akan memunculkan pertanyaan bagaimana keyakinan para pengusaha dan investor terhadap kepada daerah pengganti. Implikasi aspek keamanan akan memunculkan pertanyaan apakah pergantian masa jabatan akan mempunyai dampak keamanan seperti akan terjadinya pengerahan masa pendukung yang diganti.
“Untuk menghindari implikasi-implikasi yang mungkin terjadi maka partai politik dan pemerintah harus bersepakat tentang akhir masa jabatan kepala daerah. Selain itu pengganti kepala daerah harus mempunyai legitimasi politik yang tinggi sebagaimana yang digantikan,” tuturnya. (Ika Dewi)