Jakarta, Detak Media.com
Pergantian yang diakibatkan oleh akhir masa jabatan ini memunculkan beberapa pertanyaan yang menjadi perhatian masyarakat secara luas; Pertama, bagaimana mekanisme atau kerangka regulasi pergantian kepala daerah karena akhir masa jabatan ini. Kedua, Bagaiamana tinjauan ketata negaraan dari pergantian kepala daerah akibat akhir masa jabatan yang tidak biasa ini. Ketiga, bagaimana dinamika politik dan keamanan terkait dengan pergantian ini, mengingat pergantian ini mempunyai makna politik yang penting. Apakah pergantian ini nantinya akan berjalan dengan aman? Keempat, bagaimanakan pergantian kepala daerah yang dipilih kepada kepala daerah yang ditunjuk ini akan menjamin berjalannya roda pemerintahan yang efektif. Mengingat para kepala daerah “transisi” nanti akan menjalankan tugasnya dalam masa yang tidak sebentar. Apakah mereka akan mempunyai legitimasi politik yang kuat dan mempunyai otoritas yang kuat sebagaimana kepala daerah yang digantikan yang dipilih oleh rakyat secara langsung.
1. Ini topik yang sangat penting, dimana Indonesia akan mengalami pergantian kepemimpinan 2024. Akan terjadi pergantian kepala daerah di beberapa daerah yang sangat besar, ada sekitar 271 Kepala Daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota yang akan mengalami pergantian pada tahun 2022-2024. Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah bagaimana proses politik pergantian kepala daerah, karena kita sudah komitmen melakukan demokrasi dengan pemilihan langsung.
2. Dialog ini diharapkan menjadi wawasan selain bagi civitas FISIP UMJ juga bagi semua masyarakat dan pengambil keputusan, selain itu dari dialog ini diharapkan ada rekomendasi-rekomendasi untuk proses politik yang akan dihadapi bangsa Indonesia.
Dr. Sayidiman (Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri)
1. Ini kami anggap sangat penting untuk pengetahuan masyarakat, tidak hanya mahasiswa terlebih di masa pandemic covid-19.
2. Ini bukan mengganti tapi mengisi kekosongan. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan pejabat sebagaimana disebutkan pada uu nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang (ditetapkan 01 juli 2016), maka sesuai dengan pasal :
a) Pasal 201 ayat (9) untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur danwakil gubernur, bupati dan wakil bupati, sertawalikota dan wakil walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
b) Pasal 201 ayat (10) untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Pasal 201 ayat (11) untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/walikota, diangkat penjabat bupati/walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 130 ayat (1) penjabat kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 130 ayat (3) dan pasal 131 ayat (4), diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat dan kriteria:
a) Mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan, yang dibuktikan dengan riwayat jabatan.
b) Menduduki jabatan struktural esselon i dengan pangkat golongan sekurang-kurangnya iv/c bagi penjabat gubernur dan jabatan struktural esselon ii pangkat golongan sekurang-kurangnya iv/b bagi penjabat bupati/walikota.
c) Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan selama 3 (tiga) tahun terakhir sekurang-kurangnya mempunyai nilai baik.
4. Kriteria menjadi pejabat Kepala Daerah. Pasal 130 Ayat (1) PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (Ditetapkan 11 Februari 2005). Penjabat Kepala Daerah Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 130 Ayat (3) Dan Pasal 131 Ayat (4), Diangkat Dari Pegawai Negeri Sipil Yang Memenuhi Syarat Dan Kriteria:
a) Mempunyai Pengalaman Di Bidang Pemerintahan, Yang Dibuktikan Dengan Riwayat Jabatan.
b) Menduduki Jabatan Struktural Esselon I Dengan Pangkat Golongan Sekurang-kurangnya IV/C Bagi Penjabat Gubernur Dan Jabatan Struktural Esselon II Pangkat Golongan Sekurang-kurangnya IV/B Bagi Penjabat Bupati/Walikota.
c) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Selama 3 (Tiga) Tahun Terakhir Sekurang-kurangnya Mempunyai Nilai Baik.
5. JPT MADYA untuk Pj Gubernur. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya meliputi: Sekretaris Jenderal Kementerian, Sekretaris Kementerian, Sekretaris Utama, Sekretaris Jenderal Kesekretariatan Lembaga Negara, Sekretaris Jenderal Lembaga Nonstruktural, Direktur Jenderal, Deputi, Inspektur Jenderal, Inspektur Utama, Kepala Badan, Staf Ahli Menteri, Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, Sekretaris Daerah Provinsi, dan Jabatan Lain Yang Setara.
6. JPT PRATAMA untuk Pj Bupati/Walikota. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama meliputi: Direktur, Kepala Biro, Asisten Deputi, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Sekretaris Kepala Badan, Kepala Pusat, Inspektur, Kepala Balai Besar, Asisten Sekretariat Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Kepala Dinas/Kepala Badan Provinsi, Sekretaris DPRD, dan Jabatan Lain Yang Setara.
7. Kapan penjabat KDH dibutuhkan Penugasan Penjabat KDH untuk mengisi kekosongan jabatan KDH/WKDH yang berhenti secara bersamaan dilakukan jika:
a) Akhir Masa Jabatan. Berakhir masa jabatannya sebagai KDH/WKDH sebagaimana pengaturan yang dimuat dalam Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda (Ditetapkan Tanggal 30 September 2014) dan Pasal 162 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU (Ditetapkan tanggal 1 Juli 2016).
b) Masalah Hukum. KDH dan WKDH secara bersamaan diberhentikan sementara karena terkena masalah hukum; KDH diberhentikan sementara dan tidak ada WKDH; tidak ada KDH sedangkan WKDH diberhentikan sementara; kondisi tersebut menimbulkan kekosongan jabatan KDH/WKDH.
c) Berhalangan Tetap. Berhalangan tetap secara bersamaan dan masa jabatan kurang dari 18 bulan sebagaimana pengaturan yang dimuat dalam Pasal 174 UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU (Ditetapkan tanggal 1 Juli 2016).
8. Tugas Pj KDH diantaranya: (a) Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; (b) Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; (c) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; (d) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; (e) Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (f) Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; (g) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Sedangkan Wewenang Pj KDH diantaranya, mengajukan rancangan Perda, menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah, mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat, dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hj. Fahira Idris, S.E., M.H (Anggota DPD RI)
1. Persoalan krusial Pemilu serentak 2024 diantaranya, hampir setengah wilayah di indonesia akan dipimpin kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat, panjangnya durasi yang dijabat para Pj yaitu 1 sampai lebih dari 2 tahun, contoh DKI Jakarta, menghadapi agenda nasional Pemilu dan Pilkada 2024, ketersediaan SDM, polemik rujukan utama aturan pengisian Pj: UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN; UU nomor 10 tahun 2016 Pilkada; boleh atau tidak TNI/Polri jadi Pj dan sebagainya, serta tantangan kompleks jika pandemi belum berakhir.
2. Aturan main pertama adalah mekanisme penunjukan diatur dalam Permendagri 1/2018, Pj Gubernur ditunjuk mendagri; bup/wal calonnya diusulkan gubernur (pasal 5), PJ bupati/walikota bisa ditunjuk menteri tanpa usulan gubernur (kepentingan strategis nasional) (pasal 3). Di sisi lain, sejauh mana publik punya kesempatan untuk menguji rekam jejak para calon PJ ini. Mekanisme seleksi seperti apa yang dilakukan kemendagri hingga keluar nama-nama calon Pj tersebut. Maka Kemendagri akan mengajukan beberapa nama calon Pj gubernur kepada presiden, kemudian presiden akan menjadi penentu akhir siapa Pj gubernur. Pertanyaannya, apakah membuka opsi penjabat diisi oleh perwira tinggi TNI dan Polri ? (UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN).
3. Aturan main selanjutnya adalah SDM yang tepat dan kompeten. Pemerintah perlu menyiapkan 272 ASN yang kompeten dengan berbagai tantangan pandemi dan gelaran pemilu adalah sebuah pekerjaan besar. Selain itu, perlu diformulasikan mekanisme penujukan Pj untuk daerah-daerah yang mempunyai otonomi khusus misalnya papua dan papua barat.
4. Sejak dini harus mulai mempersiapkan berbagai prakondisi terutama terkait sdm: Perlu pemetaan ketersediaan ASN yang memenuhi syarat untuk menjadi Pj, serta peningkatan kapasitas para ASN yang memenuhi syarat menjadi penjabat kepala. Pj harus mampu menciptakan stabilitas politik dan keamanan daerah yang rawan bergejolak terutama ketika masuk masa pemilu & situasi pandemi yang mungkin belum berakhir.
5. Kebijakan mengangkat 272 Pj kepala daerah diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Mekanisme atau aturan main pengangkatannya sesuai uu pilkada, transparan, akuntabel, melibatkan public. Pemerintah perlu memastikan bahwa Pj yang ditunjuk mampu melepaskan diri dari kepentingan politik tertentu.
6. Batas kewenangan Pj diatur dalam PP No 49/2008, tidak dapat melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang sebelumnya telah dikeluarkan, membuat kebijakan pemekaran daerah, hingga membuat kebijakan yang bertentangan dengan penyelenggaraan pemerintahan, dan program pembangunan pemerintah sebelumnya. Selain itu juga diatur dalam surat BKN k.26-304/.10 19/10/2015, Pj kepala daerah tidak memiliki kewenangan menetapkan keputusan pada aspek kepegawaian meliputi pengangkatan, pemberhentian, kenaikan pangkat, pemberian izin perkawinan atau perceraian, hingga keputusan hukuman disiplin, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis menteri dalam negeri.
7. Beberapa rekomendasi terkait isu Pemilu serentak 2024, diantaranya:
a) Kuatnya gelombang euforia pemilu akan menyita hampir seluruh energi berbagai elemen dan kepentingan untuk larut dalam urusan politik hingga ke tingkat daerah.
b) Bercampurnya banyak kepentingan antara kerja profesional bagi pelayanan dan kepentingan publik dengan tujuan politik tentu akan sulit terhindarkan.
c) Penunjukan para pengganti pemimpin yang mengisi jabatan tersebut dapat dilakukan dengan transparan.
d) Transparansi menjadi kunci guna menjaga marwah dan tujuan kehadiran pemimpin daerah yang semestinya dapat bekerja secara profesional dan terbebas dari berbagai kepentingan politik mana pun.
e) Perlu dipertimbangkan usulan agar sekretaris daerah (sekda) serta merta menjadi Pj kepala daerah. (Irfan Lubis)