Belitung Timur | Detak Media.com
Proyek Revitalisasi Bangunan SMKS Handayani Beltim senilai Rp 2,75 miliar menjadi sorotan setelah LSM FAKTA menemukan sejumlah kejanggalan mulai dari dugaan penggunaan material non-standar, lemahnya pengawasan, hingga potensi keterlibatan aktor politik dalam proses pengerjaannya. Namun sejumlah pihak terkait juga memberikan penjelasan berbeda untuk menepis dugaan tersebut.
Ketua LSM FAKTA, Ade Kelana, mengatakan bahwa temuan tersebut dikumpulkan berdasarkan hasil penelusuran lapangan, dokumen yang tersedia, serta wawancara dengan berbagai pihak terkait.
Yayasan Tidak Dilibatkan, Dinilai Sebagai Kejanggalan Awal. Menurut LSM FAKTA, salah satu kejanggalan awal adalah ketidakdilibatkan Yayasan SMK Handayani, selaku pemilik bangunan, dalam perencanaan dan pengawasan proyek.
Ade Kelana menilai absennya pihak Yayasan dapat berpotensi menimbulkan kesalahpahaman teknis dan administratif.
Namun pihak sekolah memberikan pandangan lain. Kepala Sekolah menyatakan bahwa proyek tersebut merupakan kegiatan pemerintah provinsi sehingga proses teknis berada dalam kewenangan dinas, bukan yayasan. “Kami mengikuti alur resmi yang diberikan Dinas Pendidikan,” ujar Kepala Sekolah.
Isu Kedekatan Politik Mengemuka, Pihak Sekolah Bantah
Salah satu isu yang mencuat adalah dugaan keterlibatan oknum Partai Gerindra dalam proses penunjukan pihak penyedia material. Nama AHIN—kader sekaligus mantan caleg Gerindra—disebut dalam sosialisasi awal proyek.
LSM FAKTA menilai penyebutan nama seseorang yang memiliki afiliasi politik sebelum proses pelaksanaan dimulai menimbulkan tanda tanya.
Ini harus jelas, karena proyek pendidikan seharusnya bersih dari kepentingan politik,” tegas Ade.
Namun pihak sekolah membantah adanya intervensi politik. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa nama AHIN disebut karena “informasi teknis dari Kasi SMK wilayah”, bukan karena faktor politik.
Sementara itu, AHIN sendiri menyatakan bahwa dirinya bukan kontraktor proyek, melainkan hanya penyedia material baja ringan, dan mengklaim telah bekerja sesuai pesanan yang diminta.
Material Non-SNI dan Hasil Pekerjaan Dipertanyakan
Masalah lain yang disorot adalah temuan material baja ringan yang tidak memiliki merk SNI. Seorang pekerja melaporkan bahwa beberapa rangka baja bahkan melengkung dan tidak keras, sebelum akhirnya diganti.
Pihak sekolah memberi penjelasan bahwa penggunaan material tersebut telah melalui persetujuan perencana proyek, dengan alasan “ukuran dinilai sesuai spesifikasi.
Namun Tim Dirjen dari pusat yang melakukan inspeksi lapangan menilai bahwa sejumlah hasil pekerjaan tampak tidak rapi, seperti plesteran dinding, pemasangan dek dan plafon, hingga lantai yang tidak memiliki kemiringan standar sehingga memicu genangan.
Sementara pihak perencana belum memberikan pernyataan resmi terkait temuan ini.
LSM FAKTA Persoalkan Minimnya Kehadiran Pengawas
LSM FAKTA juga menyoroti minimnya kehadiran pengawas proyek. Menurut informasi yang dihimpun, pengawas dan perencana hanya datang satu kali selama satu bulan masa pengerjaan.
Ade menilai hal ini sebagai pelanggaran prosedur karena pengawas wajib memastikan pekerjaan berjalan sesuai spesifikasi.
Kepala Sekolah menjelaskan bahwa komunikasi teknis dilakukan melalui grup koordinasi dan kunjungan lapangan tidak selalu harus setiap hari. “Kami hanya melaporkan apa yang kami lihat di lapangan. Kalau mereka berkomunikasi dengan kontraktor, itu di luar kendali sekolah.
Kelebihan Dana Rp 400 Juta, Perlu Penjelasan Resmi.
Informasi mengenai adanya kelebihan dana sekitar Rp 400 juta turut menjadi perhatian LSM FAKTA. Ade Kelana menganggap hal itu harus dijelaskan secara transparan, termasuk apakah kelebihan dana disebabkan perencanaan yang keliru atau penggunaan material murah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak dinas belum memberikan klarifikasi resmi mengenai informasi tersebut. LSM FAKTA meminta agar audit dilakukan terbuka untuk mencegah persoalan hukum di kemudian hari.
Dua Sisi: Kekhawatiran LSM vs Penjelasan Pihak Sekolah
Pihak sekolah menilai proyek tersebut pada dasarnya bermanfaat dan proses finishing masih berlangsung. Mereka berharap polemik yang berkembang tidak mengganggu pemanfaatan bangunan oleh siswa.
Sementara LSM FAKTA menegaskan bahwa kritik yang disampaikan bukan untuk menghambat pembangunan, tetapi untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan tepat, material standar dipatuhi, dan proyek pendidikan terhindar dari permainan pihak yang tidak bertanggung jawab.
LSM FAKTA Dorong APH untuk Mengawal
Ade Kelana menyampaikan bahwa pihaknya mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengawal sejak awal apabila ditemukan penyimpangan guna menghindari konsekuensi hukum di kemudian hari.
“Kami justru ingin proyek ini selamat, bukan gagal. Itulah pentingnya mengoreksi sejak awal,” ujarnya. (Tomy)
![]()
